Tempat curahan fikiran, perasaan dan berisi informasi tentang duniaku.
Sore yang sangat cerah,
Tertegun aku melihatnya,
Waktu sore yang seharusnya gelap,
Yang kudapati adalah terang benderang
Bagai berada di waktu siang.
Sebelumnya badai mengamuk dengan dahsyatnya,
Awan mendung gelap gulita,
Diiringi hujan lebat tiada terkira,
Disertai hembusan angin dengan kencangnya,
Wuuut...wuuut...wuuut....
Suara angin terdengar bergerak kencang,
Berirama menari bersama air hujan menyatu dalam euforia,
Hampir satu jam lamanya,
Aku berteduh di bawah genteng dan dibalik tembok yang kokoh,
Hening...
Kutampakkan diriku,
Ku melangkah di sepanjang lantai abu-abu basah,
Terang benderang...
Ku lihat Bola Besar itu berada di ufuk barat
Dan memancarkan sinarnya dengan sangat kuat,
Kedahsyatan cahaya yang belum pernah kudapati sebelumnya,
Benderang tapi sejuk,
Tercekat aku menyaksikannya,
Merinding dan terpana,
Akan Keagungan Sang Khaliq
Yang bisa membuat segalanya menjadi mungkin.
Subhanallah...
(Sapen, 11 Maret 2010)
Apa gunanya aku mencinta
Jika yang ada adalah pengorbanan
Apa guna aku mencinta
Jika yang ada hanyalah kesedihan
Apa guna aku menyayang
Jika yang ada hanyalah keterpaksaan
Apa guna aku mencinta
Jika yang tersisa adalah kebencian
Apa guna semua ini
Karena yang kurasa tak pernah dicinta!
Hanya nafsu membalut kalbu
Yang menggores cinta suci.
(Demangan, 9 Maret 2010)
Kadang seperti air
Kadang seperti api
Jiwa tersengat oleh api
Amarah menjadi melanda
Dan semua tak bisa terbendung
Ketika jiwa dibasahi air kasih sayang
Semua menjadi teduh
Penuh ketenangan
Mulia adanya
Kadang bagai sampah
Yang menyampah tak karuan
Kadang bagai bunga
Yang indah dipandang mata
Kadang bagai ikan
Yang berenang kesana kemari
Bermain-main dengan temannya
Kadang bagai bulan
Bersama kesendiriannya yang sunyi
Kadang seperti matahari
Yang menyinari setiap hal yang dikasihinya
Itulah aku
Yang masih berada dalam kebimbangan
(Demangan, 10 Maret 2010)
Bercampur aduk
Bagai air comberan di kali
Bau, menyengat
Menusuk hidung
Bagai pedang yang menancap di ulu hati
Bagitu tidak adil kurasa
Semua ini mengaliri setiap aliran darahku
Amarah meluap merasuki ubun-ubun jiwa
Emosi mendera mendidih panas
Seolah segera akan tumpah ruah
Mengena sekujur tubuh
Meledak...
Menghancurkan kesabaran yang selama ini terbendung
Ingin kudapati semua hancur luluh lantak tak bersisa
Tembok-tembok kesombongan yang merajai di setiap jengkal hidupnya
Mengena seluruh rongga jiwa yang hampa
Sebab kasih sayang hilang
Namun kesabaran membendung
Semua amarah itu menjadi sebuah harmoni
Kehidupan yang syahdu dengan segala pilu...
(Demangan, 13 Maret 2010)
Sering aku bertanya
Mengapa hidupku seperti ini
Selalu tenggelam
Dalam lubang yang sama
Sakit...
Terasa begitu sakit
Jika semua ini terjadi
Menjadi tak terperi
Aku pun merana
(Demangan, 9 Maret 2010)
Kerinduan kian tak terbendung
Namun ujud tak kunjung datang
Siksa amat tersiksa
Menahan pedih yang terasa
Sesak menyesakkan
Seluruh hamparan hidupku
10 tahun lamanya
Ku menanti
Membuat semuanya seakan tak pasti
(Demangan, 9 Maret 2010)